Saturday, March 30, 2013

Mengulik Madre

Hari ini Sabtu dan 2/3 hari telah kuhabiskan dengan kerepotan rutin di rumah dan beberapa jam di gereja siang tadi. Otak sudah mengirim sinyal berontak ingin bersantai.

18.45 ini ada beberapa film lokal yang bakal diputar di bioskop setempat. Lebih doyan film lokal ? Tentu dong. Selama di bioskop tersebut ada pilihan film lokal yang bukan ber-genre horor ala pocongisme atau esek-esek ga jelas, pasti aku pilih film lokal.

Kalau bukan kita siapa lagi yang harus lebih dulu menghargai karya anak bangsa ? Duit harus berputar di negara sendiri-lah kalau ingin ekonomi kian membaik.


Jadi aku pilih film MADRE kali ini. Aku sudah baca sinopsis film-nya, dan aku yakin pasti menarik, walaupun aku belum pernah membaca novel Madre karya Dee, yang akhirnya diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama.

Kali ini aku terlambat beberapa menit. Ketika aku menceloskan badan di pelukan sofa bioskop, adegan film telah bergulir ke scene dimana Tansen (Vino Bastian) berkenalan dengan pak Hadi (Didi Petet) yang merupakan orang kepercayaan Tan almarhum, kakek Tansen. Yang namanya terlambat beberapa detik dalam menonton film tentunya sangat berarti. Apalagi ini masuk hitungan menit, agak blank di awal.

Aku suka setting rumah lama bergaya Indische di Madre. A dream house, dream coffee spot. Ceritanya unik dan masuk akal menurutku, sangat mungkin terjadi di dunia nyata. Vino, ya pantes-pantes aja dengan peran Tansen disitu, nggak tau juga, karena belum baca karakter asli Tansen versi novel. Sementara Mei (Laura Basuki) yang jadi gebetan Tansen, tipikal cewe-cewe tionghoa konservatif yang aku kenal selama ini. Agak kaku, kurang luwes kalau diajak gila-gilaan. Mungkin memang karakternya Laura yang asli ya? Lihat deh waktu adegan Mei menarik Tansen untuk joged-joged di depan api unggun di pinggir pantai di Bali. Sama sekali ga pas. Kaku. Menurut aku sih.

Terus adegan naksir-naksiran antara Tansen dan Mei, agak terlalu 'maksa'. Tau-tau Tansen dari awal ketemu di Tan de Bakker sudah yang kelihatan tertarik ke Mei dan berkali-kali mengungkapkan itu. Unsur suprise-nya sama sekali ga ada. Dan peningkatan kedekatan emosi diantara keduanya juga tidak tergambar mulus, datar dan dari awal sudah kebaca. Bahkan kesan yang tertangkap, Tansen itu terlalu gampang mengumbar ketertarikan pada Mei. Dengan gaya slengean-nya, yang tertangkap justru ketidakseriusan. Menurut aku sih, lagi-lagi. Aku bilang, 'chemistry' mesra nya ga dapet. Hambar abis.

Adegan yang bagus justru aku amati waktu James (Framly Daniel), pacar Mei, dengan gaya arogan memimpin rapat perusahaan Fairy Bakery dimana Tansen dan Mei juga hadir. Mimik cemburu dan ketidaksukaan James ke Tansen bener-bener dapet.

Selain itu, pastinya akting Didi Petet yang menghidupkan keseriusan alur cerita, di saat dia ngomong serius. Dan sisi komedi cerita dapet dari gestur Didi memerankan pak Hadi, yang jalannya berlenggak lenggok (jadi ingat Emon) tapi jutek kalo bicara.

Secara keseluruhan, I enjoy the movie. Maju terus perfilman Indonesia!


No comments:

Post a Comment