Thursday, December 27, 2012

Tentang Simpang Lima, Film, dan Otakku

Hai neng blog.

Kangen ah padamu. Maaf sudah lama aku tak menengokmu. Harap maklum ya. Kamu sudah tahu kan apa yang terjadi padaku. Tak perlu kuceritakan lagi secara detail.

Tapi pastinya, 3 hari aku tak meninggalkan kompi. Same old song laaa, neng. Report. I want it perfect.


Dan neng, 3 hari suntuk rupanya membuat otak ngambek. Deishe minta di-treat. Jadilah aku, Kunyeng dan si motor merah menerobos udara dingin jam 7 malam tadi, sekedar menghirup udara berbeda. Cari angin.

Si merah melaju ke kawasan Simpang Lima. Macet bukan kepalang, neng, walaupun tadi adalah Selasa malam. Dari dulu Semarang memang miskin tempat keramaian, kemana lagi kalau bukan ke Simpang Lima...

Serius loh, neng.. Duluuu, sewaktu aku masih tinggal menumpang di rumah Oma di kawasan Simpang Lima, aku benci bukan kepalang melihat kerumunan manusia menyerbu Simpang Lima di malam minggu atau pada event-event khusus. Sampai-sampai aku sebagai penghuni seputar daerah tersebut seringkali sulit untuk mencapai rumah sendiri.

Selalu aku menyumpah-nyumpah, " Apa ngga ada tempat lain sih selain Simpang Lima ?!!", sambil memandang geram pada massa yang menyemut tanpa henti memadati Simpang Lima. Tapi apa dayaku. Aku hanya bisa pasrah dan berserah sambil membatin, " Apa sih bagus-bagusnya Simpang Lima? Isinya juga mall dan mall doang..."

Tapi kini 10 tahun kemudian, ketika aku tidak lagi tinggal di seputar Simpang Lima, justru aku yang kualat, menjadi salah satu dari massa yang memadati Simpang Lima karena memang tidak tahu lagi harus kemana. Ahahahaha... hidup itu berputar neng... Dan aku sekarang menjadi bagian dari kerumunan yang dulu aku benci.

Ah, bukan itu cerita utamanya neng... Aku tadi akhirnya nonton. Judul film-nya 5 cm, besutan Rizal Mantovani. Nama Rizal sih jaminan mutu kalau film-nya pasti tidak mengecewakan. Tapi sebenarnya aku ragu memutuskan nonton 5 cm. Judulnya aneh. Dan aku belum membaca detail resensinya. Selain sepotong ingatan tentang ringkasan cerita film yang kubaca entah via twitter atau via browser ponsel, bahwa ceritanya tentang kisah sekelompok sahabat yang mendaki gunung rame-rame.

Sempet mikir, apa serunya cerita naik gunung yak? Kecuali yang efeknya keren kaya film Holywood apa tu, Vertical Limit  kalik, yang bercerita tentang pendakian plus pake acara deg-degan ngliat tokoh utamanya nyaris-nyaris nyebur jurang, semacam itulah.

Ternyata 5 cm ceritanya lucu, ngalir, wajar. Bikin ketawa yang ga dipaksain, walau jalan ceritanya tidak terlalu luar biasa. Bahkan cenderung terlalu puitis, bombay di sisi mengangkat nasionalisme-nya.. Menurut aku loh ya. Dilain sisi, angle pengambilan gambarnya jenius, keren, unik.... Dan gambarnya memang sangat indah. Beautifully taken. Kebayang aja mendaki gunung beneran, ga pake tipuan, bener-bener ga sanggup kalik aku walaupun cuma 1 jam mendaki. Wong pengalaman mendaki gunung terakhirku adalah tahun 1997, alias 15 tahun lalu. Itu pun kepepet gara-gara jadi pembina OPSPEK. Salut buat para pemerannya euy..

Bukan itu neng yang jadi cerita. Pas adegan nglewatin pegunungan yang ada deretan edelweiss-nya, kenapa tiba-tiba keingetan dulu ada yang sering ngasih edelweiss ke aku. Halaaaah..Orang yang ngasih benda tersebut sudah ga penting. Tapi, astaga. Kemana saja ingatanku untuk urusan-urusan kenangan lama ya? Kalau bukan gegara film, pasti otak ini tidak menggali sampai ke dalam-dalam sana.

Aku jadi kuatir dengan cara otakku menyimpan dan mengeluarkan memori loh neng. Sering kawan-kawan lama bercerita dengan seru tentang kekonyolan, kisah apes, lucu, edan yang kami alami. Dan aku hanya cengar cengir menyimak sambil menguras ingatan kuat-kuat. Setelah diceritakan, aku ingat. Tapi kemana saja memori-ku tentang semua itu kalau saja tak ada pemicu yang membangkitkannya dari kuburan lipatan-lipatan sel otak?

Dari situ lagi-lagi aku punya pertanyaan yang lama tak terjawab, walau olehku sendiri. Apa kecelakaan parah tahun '99 itu yang punya andil mengubur memori aku, atau hanya memori-memori tak menyenangkan, menyakitkan dan tidak lagi penting yang otomatis disembunyikan oleh otakku? Aku belum tahu jawabannya.

Yang jelas neng, hal-hal kuno yang aku favoritkan masih aku ingat kok. Artinya, apa yang masih ingin aku ingat, masih jelas teringat. Masih normal lah neng... Mungkin memang mekanisme terbaik untuk meringankan beban manusia adalah dengan menyembunyikan hal-hal yang kurang penting untuk tidak diingat lagi.

Oya neng.. ngobrol denganmu itu adalah salah satu upayaku melawan kepikunan dini. Jadi sabar-sabar dengerin wokeyyy... Neng, udah hampir pagi. Udahan dulu yah.. Talk to you soon..

my comfy space
Dec 27, 2012  [2.33 AM]





No comments:

Post a Comment